Massa aksi dari Gerakan Buruh Bersama Rakyat (GEBRAK), Aliansi Aksi Sejuta Buruh, Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), dan elemen rakyat lain melakukan demonstrasi di depan Gedung DPR RI, Senayan, Selasa (14/3). Hal ini merespon niat pemerintah dan DPR yang hendak mengesahkan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 Cipta Kerja (Ciptaker).
Ketua Umum Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI) Sunarno mengatakan pemerintah dan DPR telah melanggar konstitusi. Perppu tersebut sama saja dengan Undang-Undang (UU) Cipta Kerja yang divonis cacat formil oleh Mahkamah Konstitusi pada 25 November 2021.
“Harapan kami DPR menolak pengesahan Perppu Cipta Kerja ini, karena sangat merugikan kaum buruh,” ucap Sunarno.
Adapun, bagi Sunarno, terdapat sekitar sepuluh pasal yang bermasalah dalam kluster ketenagakerjaan di Perppu Cipta Kerja. Tiga diantaranya sangat melemahkan posisi buruh. Termasuk kepastian kerja yang minim, upah yang berpotensi semakin rendah, serta pesangon yang dikurangi.
Buruh, lanjut Sunarno, semakin memperpanjang masa kontraknya. Dalam Perppu, perusahaan bisa memperpanjang kontrak buruh hingga lima tahun, tanpa kepastian menjadi karyawan tetap.
“Dari upah pun bermasalah, sebab hanya memandang upah minimum kabupaten saja, tanpa mengindahkan upah sektoral, ini berpotensi merendahkan tenaga buruh,” ujarnya.
Perihal pesangon, dalam Perppu juga dipermasalahkan Sunarno. Dalam Perppu, pesangon yang sebelumnya maksimal 32 bulan, menjadi hanya 25 bulan gaji.
Tidak hanya kluster ketenagakerjaan, sektor agraria pun turut terancam akibat Perppu Cipta Kerja. Ketua Umum KPA Dewi Kartika mengatakan Perppu Ciptaker berpotensi mempertajam konflik agraria.
Bagi Dewi, lewat Perppu ini negara lebih bebas lagi mengambil alih tanah. Semuanya atas dasar proyek strategis nasional, pembangunan negara, maupun kepentingan umum lainnya. Adapun, Perppu melebarkan hak negara atas tanah lewat bank tanah. Sehingga tanah yang dianggap tidak bersertifikat, dan terlantar sangat mungkin diambil alih.
“Padahal lahan-lahan yang tidak bersertifikat itu merupakan turunan dari Orde Baru yang gagal menjalankan amanat UU Pembaruan Agraria (PA) Tahun 1960,” ucapnya.
Dalam catatan KPA, telah terjadi 2.000 konflik agraria akibat aturan turunan dari Perppu ini. Termasuk pematokan lahan-lahan petani oleh bank tanah. Nantinya, lanjut Dewi, tanah dari bank tanah tersebut akan digarap oleh korporasi.
Sementara, petani semakin kehilangan tanahnya. Baginya, Perppu ini memandang tanah hanya sebagai komoditas semata. Melupakan fungsi sosial dari tanah, seperti yang diamanatkan UU PA Tahun 1960.
“Ini jelas mengabaikan Pasal 33 ayat 3 bahwa air, tanah, dan kekayaan alam dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk kepentingan rakyat,” tegasnya.
Sementara itu, Sunarno mendesak Perppu untuk segera dicabut. Apabila tidak, bersama serikat buruh yang lain, mereka akan mengadakan pemogokan besar-besaran.
“Kalau tidak didengar, kami akan mengadakan pemogokan umum,” tegasnya.
Penulis: Izam Komaruzaman
Editor: Ihsan Dwirahman