“Dengan keberadaan sumber daya yang melimpah, Indonesia ditakdirkan untuk menjadi negara yang kaya. Tetapi, takdir itu dihalangi dengan keberadaan modal asing,” ucap Ade Arda Billy dalam orasi yang disampaikan pada Rabu, 13/01/16.

Sore itu, di depan gerbang Monas, Billy bersama belasan mahasiswa Universitas Negeri Jakarta lainnya tengah menggelar aksi menuntut nasionalisasi tambang Freeport. Tuntutan tersebut juga menjadi nama gerakan yang sedang mereka bangun, Front Nasionalisasi Freeport (FNF).

Liman Pangihutan, mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial angkatan 2013 yang hadir dalam aksi kali itu, mengatakan bahwa Freeport merupakan simbol imperialisme yang masih tumbuh subur di Indonesia. Seperti diketahui, perusahaan tersebut menguasai tambang Grasberg di Papua. Di lokasi tersebut terdapat banyak cadangan emas dan tembaga. Seperti yang dilansir oleh katadata.co.id bahwa cadangan emas Grasberg merupakan yang terbesar yang dimiliki Freeport, mencapai 29,8 juta troy ounces. Namun, jumlah itu tentu saja tidak bisa dinikmati masyarakat Papua. Pada 2015 lalu saja, peran Freeport dalam mendorong pembangunan Papua hanya 2%.

Kenyataan ini yang membuat FNF yakin bahwa menasionalisasi 100% tambang Freeport akan berdampak pada meningkatnya kesejahteraan masyarakat. Jumlah 100% sengaja mereka pertegas sebagai bentuk penolakan mereka terhadap rencana divestasi saham sebesar 10,64% Freeport kepada Indonesia yang akan diputuskan pada Kamis, 14/01. “Kita tidak perlu divestasi. Kita tidak perlu berunding dengan maling. Nasionalisasi 100% tanpa syarat,” teriak salah satu peserta aksi, Sari Wijaya.

Tidak hanya berorasi, dalam aksi kali itu Sari juga membagi-bagikan bunga mawar plastik kepada masyarakat. “Bunga adalah tanda cinta. Simbol cinta untuk sesama manusia, saudara sebangsa dan setanah air. Karena dengan kita menyelamatkan Papua, kita menyelamatkan Indonesia,” kata Sari Wijaya melalui surat elektroniknya yang dikirimkan kepada tim DIDAKTIKA. FNF juga yakin bahwa Freeport bertanggung jawab atas isu disintegrasi yang berkembang di Papua.

Selain mawar plastik, Indra Gunawan juga meramaikan aksi dengan mengenakan jubah hitam dan topeng tengkorak bertuliskan “Freeport” di dahinya. Penampilan itu dianggap sebagai representasi PT. Freeport yang sejak keberadaannya di Indonesia (1967) dianggap hanya membawa bencana. (DFH, foto oleh Andika Baehaqi)

Iklan