Disahkanya Undang-undang MPR, DPR, DPRD, dan DPD (UU MD3), memancing banyak kritik dan penolakan dari masyarakat. Salah satunya Aliansi Pemuda dan Mahasiswa Indonesia (APMI). Aliansi ini terdiri dari organisasi Solidaritas Pemoeda Rawamangun-Front Pemuda Perjuangan Indonesia (SPORA-FPPI), Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia-Universitas Nasional (PMII-UNAS), Front Mahasiswa Nasional (FMN), Aksi Kaum Muda Indonesia (AKMI), Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia-Jakarta Selatan (GMNI-Jaksel), Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND), dan Front Nasional (FN). Mereka melakukan aksi pada Kamis (22/3).

Aksi yang bertajuk “Kartu Merah untuk Jokowi”  tersebut, mengkritik tentang UU MD3 yang dianggap sebagai mundurnya demokrasi Indonesia. Selain itu, aksi tersebut masih mengangkat permasalahan Undang-undang Organisasi Masyarakat (UU ORMAS) yang sebelum UU MD3 pun, sudah menjadi tanda pelemahan demokrasi di era pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla. APMI juga menolak secara tegas terkait Rancangan Kitab Undang-Unadng Hukum Pidana (RKUHP) dan menilainya sebagai bencana bagi demokrasi Indonesia.

RKUHP, UU MD3, serta UU ORMAS sangat mengancam kebebasan rakyat. Karenanya, kebebasan rakyat untuk berorganisasi dan berpendapat semakin terbelenggu dan akan sepenuhnya dikontrol oleh standar dan norma yang ditentukan pemerintah yang berkuasa.

Selain RKUHP, UU MD3, dan UU ORMAS banyak serangkaian kebijakan yang saling berkaitan dan sangat merugikan rakyat  seperti UU No 12 Tahun 2012 tentang pendidikan tinggi, PP 78 tahun 2015 terkait pengupahan, UU No 25 Tahun 2007 tentang penanaman modal, UU No 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, dan SE Dirjen No 26 Tahun 2002 terkait pelarangan organisasi ekstra kempus.

Menurut keterangan Raden Deden Fajarullah, selaku koordinator lapangan pada aksi tersebut, APMI sudah melakukan aksi sejak Peraturan Perundang-undangan (Perpu) Ormas mulai ditetapkan. Ia menilai munculnya perpu ormas merupakan catatan buruk pemerintahan Jokowi-JK.

Secara tidak langsung, masih menurut Raden, kebijakan itu membelenggu ruang demokrasi. Adapun dampak lainnya, upah murah yang sampai saat ini masing terus di langgengkan. “Pemerintah akhirnya, terus mengikuti kepentingan imperialis,” ucapnya.

Iklan

Pimpinan FPPI Luqman Hakim menjelaskan, aksi ini sebagai bentuk penolakan  terhadap kebijakan pemerintah yang mengekang gerakan rakyat. “Aksi ini sebagai pengingat bahwa kita tidak diam,” ucapnya.

Ia menambahkan bahwa pemerintahan, saat ini tidak sesuai dengan cita-cita demokrasi. “Situasi saat ini, tidak mencerminkan demokrasi. Cita-cita reformasi sejak 1998, justru dihalang-halangi oleh adanya UU MD3 juga UU ORMAS,” tambahnya.

Aksi diawali dengan long march dari depan gedung IM3 sampai depan istana kepresidenan. Selama long march, masa aksi membunyikan peluit dan mengacungkan kartu merah. Meskipun masa aksi diguyur hujan sedang, namun aksi tetap berlanjut hingga petang. Aksi diisi dengan orasi oleh masing-masing perwakilan massa dari masing-masing organisasi yang tergabung dalam APMI.

Berdasarkan press release, APMI menyatakan sikap secara tegas APMI menolak RKUHP. Menuntut pencabutan UU MD3 dan UU ORMAS dan seluruh kebijakan yang membatasi ruang demokrasi. Menuntut dihentikanya represivitas, kriminalisasi, teror serta stigmatisasi terhadap rakyat. Menuntut pembebasan rakyat yang ditangkap dan dikriminalisasi.

 

Penulis: Muhamad Muhtar

Editor: Yulia Adiningsih