Forum Militan Independen Universitas Negeri Jakarta (FMI UNJ) mengadakan parade dengan tema Parade Cinta Rakyat UNJ (Pacar UNJ) (15/6). Parade itu merupakan lanjutan dari Mimbar Bebas dan Roadshow ke beberapa Fakultas di UNJ. “Terbuk adalah tempat kumpul awal dan ujung acara memang di Tugu UNJ. Tapi karena ada kendala keterlambatan waktu acara kita mulainya di Fakultas Ilmu Sosial (FIS),” ujar Ilham Fauzan Hari Murti, salah satu koordinator dari FMI UNJ.
Parade ini dimulai pukul 13.12 WIB dengan mengelilingi kampus A dan mendatangi setiap fakultas untuk menjaring massa mahasiswa yang ada di UNJ, utamanya kampus A. Fitria salah satu mahasiswa FIS menjadi peserta dalam parade tersebut. Ia merasa apa yang ada dalam tuntutan itu sesuai dengan keluh kesahnya selama ini.
Menurutnya, di FIS masih terdapat banyak kendala seperti toilet yang kurang memadai sampai ruang kelas yang panas. Namun, Ia menyayangkan jumlah mahasiswa yang datang tidak sesuai dengan harapan. “Mungkin karena puasa,” kata Fitria.
Puncak acara adalah berkumpulnya mahasiswa di Tugu UNJ untuk meyaksikan beberapa penampilan yang dimulai dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya. Kemudian acara dilanjutkan dengan penampilan musik dan puisi.
Hanifah mahasiswi Program Studi Sosiologi Pembangunan juga membawakan puisi Widji Tukul yang berjudul Sajak Suara. Menurut Hanifah puisi tersebut menggambarkan situasi kampus saat ini dan relevan dengan tema acara. “Puisi juga untuk showing power, menunjukan suara tidak bisa diredam,” kata Hanifah.
Dosen juga ikut serta dalam memeriahkan parade ini, salah satunya Ubedilah Badrun selaku Dosen Prodi Sosiologi. Ubedilah menampilkan puisi yang berisi kritik terhadap profesor yang menjabat sebagai anggota senat. Menurutnya, sampai saat ini para profesor yang berada di senat, belum memilki keberanian untuk mengungkapkan kebenaran “nurani saya tergerak untuk mempertanyakan keberadaan para profesor tersebut,” ucapnya. Selebihnya, alasan Ubedilah membaca puisi karena karya sastra memiliki ruh. “Karya sastra merupakan salah satu alat perjuangan untuk menyatakan kebenaran terlebih lagi lebih lewat puisi lebih ekspresif dan totalitas,” tambahnya.
Selain itu, menurutnya Pacar UNJ ini telah menunjukkan kelanjutan pergerakkan di kampus UNJ. “Semua elemen dan kelompok mahasiswa bersatu memperjuangkan delapan isu. Model pergerakkanya pun lebih soft tetapi pesannya substantif,” katanya. Namun, masih ada kelemahan dalam hal persiapan. “Masa aksi yang belum optimal,“ tutupnya.
Adapun delapan tuntutan itu ialah:
Pertama, menuntut Menristekdikti untuk mengadili pelanggaran akademik yang dilakukan oleh Dir. Pasca Sarjana dan Rektor UNJ.
Kedua, menghentikan praktik Nepotisme yang terjadi di UNJ.
Ketiga, mendesak rektor mencabut pelaporan yang dilakukan terhadap dosen.
Keempat, menindaklanjuti temuan BPK RI tentang pengelolaan intangiable assets di UNJ.
Kelima, mendesak Rektorat mencabut sistem UKT yang dinilai menyimpang dr tujuan awal.
Keenam, mendesak Rektorat memperbaiki fasilitas serta menyediakan fasilitas bagi difable di UNJ
Ketujuh, mendesak Rektorat mengembalikan fungsi MPA kepada mahasiswa
Kedelapan, memberikan dan melakukan transparansi penggunaan dana kepada civitas akademika UNJ.
Muhammad Muhtar