Mirah adalah anak seorang jawara silat. Selama ini, belum pernah ada yang berhasil mengalahkannya hingga datang Asni dan mengajaknya bertanding. Sialnya, Mirah kalah. Mirah harus membayar nazarnya yaitu menikah dengan orang yang berhasil menaklukkannya. Di saat bersamaan, datang anak buah Padepokan silat Babe Sabeni, ayahnya Mirah dengan wajah babak belur. Ia mengatakan, Babe Sabeni dalam keadaan terancam.
Itulah penggalan kisah Lenong Betawi ‘Mirah Si Gadis Marunda’ yang dipentaskan pada Rabu (19 /7). Naskahnya sendiri disadur dari seorang budayawan Betawi, Syaiful Amri dengan judul yang sama oleh Ibnu Hafizh Baihaqi selaku sutradara. Para pemainnya merupakan mahasiswa Sastra Indonesia yang diiringi oleh musik Betawi dari Sanggar Pusake Betawi Universitas Negeri Jakarta. “Naskah ini menceritakan tentang perempuan yang jago silat, (kami) ingin mengangkat derajat perempuan,” tutur Ibnu yang baru pertama kali menjadi sutradara.
Pementasan Si Mirah Gadis Marunda ini merupakan rangkaian dari acara Ketawa-tiwi “Kumpul Seni Tradisi Betawi” yang diselenggarakan oleh Akcaya Grahita Organizer. Lagu Sirih Kuning dan Ujan Gerimis dinyanyikan oleh Maya Shafira dan Ibnu menjadi pembuka acara di Galeri Indonesia Kaya tersebut. Dilanjutkan dengan penampilan Tari Topeng Merah karya koreografer Gunawan W., salah satu dosen di kampus yang ada di Rawamangun tersebut. Ia juga turut menarikan bersama tiga mahasiswanya, Ahmad Muzaki, Hafizh, dan M. Rizki Maulana.
Selain itu, ada pula Rancag yang dibawakan oleh Ichwan Ciptadi dan M. Putera Sukindar. “Rancag ini adalah budaya bersyair diiringi oleh musik,” jelas Putera di atas panggung. “Wah budaya langka nih sekarang,” sambung Ichwan. Keduanya pun membawakan syair yang merupakan sinopsis dari Si Mirah Gadis Marunda.
Ada alasan tersendiri dari Akcaya Grahita Organizer untuk mengangkat budaya Betawi. Seperti yang dikisahkan oleh Galih Dwianto.”Ini salah satu bentuk keresahan kami karena generasi muda yang masih awam dan masih minimnya pengetahuan tentang budaya Betawi. Khususnya warga Jakarta itu sendiri. Sehingga alasan kami menyelenggarakan acara ini bertujuan untuk memberi pengetahuan tentang budaya betawi melalui pertunjukkan,” jelas Project Officer tersebut. Akcaya Grahita Organizer ini didirikan oleh mahasiswa Sastra Indonesia UNJ. Tak hanya para penampil, seluruh panitia penyelenggara juga menggunakan pakaian tradisi.
Kegiatan ini pun disambut dan didukung oleh program studi terkait. Beberapa dosen dan Syaiful Amri hadir menikmati acara sejak awal. Miftahul khairah turut memberikan pujiannya dalam sambutan. “Keren dan sukses,” tutupnya.
Latifah